Prinsip materialitas (materiality principle) adalah besarnya suatu kelalaian atau salah saji dalam laporan keuangan suatu entitas yang dapat membuat orang yang mengandalkan laporan keuangan tersebut akan terpengaruh atau mengambil keputusan yang berbeda dengan apabila dia mendapakan informasi yang benar. Materialitas menentukan apakah akuntan harus atau tidak harus menerapkan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. Misalnya, apakah suatu biaya perlu dikapitalisasi dan diamortisasi atau tidak, atau apakah suatu pos disajikan terpisah atau digabung dengan yang lain. Materialitas juga menentukan apakah suatu laporan keuangan perlu disajikan ulang atau cukup dikoreksi.
Tidak ada pedoman definitif untuk membedakan informasi material dengan yang tidak material, sehingga akuntan harus menggunakan pertimbangan profesional untuk itu. Sebagai patokan umum, setiap pos yang mewakili sedikitnya 5% dari total aset harus disajikan secara terpisah dalam neraca. Namun, pos yang lebih kecil dari itu dapat juga dianggap material. Misalnya, jika pos itu akan mengubah laba bersih menjadi kerugian bersih atau menyebabkan rasio keuangan entitas menjadi keluar dari persyaratan pemberi pinjaman atau kepatuhan terhadap regulasi.
Konsep materialitas juga bervariasi menurut ukuran entitas. Sebuah perusahaan multi-nasional besar mungkin menilai transaksi Rp100 juta tidak material dibandingkan aktivitas total, sebaliknya transaksi Rp100 juta bisa melebihi laba tahunan sebuah perusahaan kecil, sehingga sangat material baginya.