Akta di bawah tangan adalah akta yang cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat pegawai umum, tetapi hanya oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja. Akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dsb.
Menurut Pasal 1857 KHUPerdata, jika akta di bawah tangan diakui oleh orang terhadap siapa akta itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterei. Ketiadaan meterai dalam suatu surat perjanjian tidak membuat perbuatan hukumnya tidak sah, tetapi hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian bukan berdasarkan ada-tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata. Bila suatu surat yang tidak bermeterei akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan, permateraian dapat dilakukan belakangan.